Senin, 03 Agustus 2015

Paradoks Kalbu (2)


Aku masih bungkam
Kala erosi rindu mulai mengusik jiwaku
Entah radiasi apa, yang menarik partikel itu datang

Sungguh, nostalgia indah yang kau ukir,
Merubah segalanya.
Kelabu dalam hidupku,
Kini bermetafosis menjadi penuh warna
Lebih indah dari yang sempat aku bayangkan
Andai masa itu bisa ku ulang kembali

Kau tau? Senyum itu masih menjadi klise dalam benakku
Rindu ini berbaur abstrak dengan amorku
Semakin kental, dan tak sempat ku tepis jauh

Diri ini tak bisa membantah
Nuraniku telah menemukan pilihannya
Lisan ini turut bergumam,
Bahwasannya, amor ini tak akan pernah mati
Tapi akan terus tumbuh, percayalah:)

#Letter Writting Competition Republika 2015



Tasikmalaya, 16 Juni 2015
Yth.
Bapak Presiden Indonesia
Ir. H. Joko Widodo
Di Istana Merdeka

Assalamu’alaikum Bapak Presidenku yang merupakan harapan pemimpin para generasi muda Indonesia.
Apa kabar, pak? Semoga bapak dan keluarga senantiasa dalam keadaan sehat walafiat serta selalu berada dalam lindungan Allah Yang Maha Esa. Perkenalkan saya Syauqiya Aina Salsabila, seorang pelajar yang bercita-cita tinggi untuk memajukan negri tercinta ini, dan kini saya tengah mengenyam pendidikan di sebuah pondok pesantren di Kota Santri. Dalam surat sederhana ini, tertuliskan rangkaian harapan-harapan terdalam saya untuk Indonesia yang lebih baik, karena saya percaya melalui tangan bapak, mimpi saya yang tak seberapa ini dapat terealisasikan sebagaimana mestinya. Dan mungkin, harapan-harapan yang saya sampaikan ini juga merupakan harapan para generasi  bangsa yang belum sempat tercurahkan.
Saya tak peduli tentang isu apapun yang berhubungan dengan kepemimpinan bapak yang banyak menimbulkan pro dan kontra itu. Saya hanya berharap dibawah kepemimpinan bapak saat ini, bapak mau peduli dengan nasib kebudayaan bangsa yang kini bagaikan kerakap tumbuh di atas batu, hidup segan dan mati tak mau. Banyak kesenian tradisional yang kini jarang di pentaskan dan terancam punah. Bahkan menurut artikel yang saya baca pun upaya revitalasi kesenian terhambat oleh pendanaan. Dan ini patut di pertanyakan, bukankah begitu pak? Seharusnya dana pemerintah tak hanya mengalir untuk kepentingan segelintir orang saja. Bahkan dana yang katanya untuk para masyarakat miskin, (maaf) justru mengalir pada kantong-kantong penjabat yang bergelimang harta. Apa yang saya sampaikan ini bukan hanya sekeadar opini saja, melainkan ini adalah fakta yang seharusnya menjadi evaluasi kita bersama, agar kedepannya masalah yang selalu  menjadi hal yang “lumrah” ini harus segera diberantas dan tak terjadi lagi di negri kita tercinta ini.  
Selain itu, faktor kebudayaan yang hampir punah ini disebabkan tidak adanya regenerasi, dan pelaku-pelakunya banyak yang mempunyai hambatan dan sudah meninggal dunia. Kondisi ini sangat mencemaskan untuk perkembangan kebudayaan kita kedepannya. Di daerah Jawa Barat saja, sedikitnya terdapat  43 jenis kesenian tradisional yang hampir punah. Dan yang baru dievitalasi hanya dua jenis kesenian saja, yaitu Gendang Gugun dan Angklung Badun. Pak, bukankah dalam Undang-undang  juga jelas tertera mengenai kebudayan bangsa kita ini, jika seandainya beragam budaya yang kita miliki, yang diwariskan oleh para nenek moyang kita harus lenyap begitu saja, lalu apa yang akan kita banggakan lagi dari Negara Indonesia yang katanya tanah surga ini? Bangga dengan para koruptornya? Bangga dengan para penganggurannya?  Tentu tidak, pak! Saya sebagai anak bangsa tidak bias membiarkan hal ini, karena saya peduli.
Pak, jika bapak berkenan, dalam surat sederhana ini, saya ingin sedikit berkisah tentang rasa bangga yang teramat sangat kepada keragaman budaya Indonesia saat saya melihat pentas seni tari yang ditampilkan oleh generasi muda dari Sabang sampai Merauke di acara PPSN (Perkemahan Pramuka Santri Nusantara) IV Kalimantan Selatan. Andai saja bapak disini, menyaksikan sendiri kebudayaan itu, saya yakin bapak mersakan apa yang saya rasakan ketika itu, decak kagum yang luar biasa akan kekayaan budaya yang nilainya sangat berharga. Namun, saya tak dapat berandai-andai terlalu banyak, karena kita hidup pada realitas, seburuk apapun realitas itu kita harus menerimanya. Namun, sungguh sangat disayangkan jika seandainya keragaman itu harus musnah. Padahal perkembangan seni tari tradisional kita telah masuk pada kancah Internasional. Meskipun ada beberapa kebudayaan kita yang diakui oleh beberapa Negara asing seperti Tari Pendet, Lagu Injit-injit Semut, Lagu Rasa Sayange dan lain sebagainya.
Maka besar harapan saya kepada bapak, untuk membangun banyak tempat-tempat khusus untuk melestarikan kebudayaan kita, menumbuhkan rasa cinta di hati para generasi  muda kita untuk mempelajari dan melestarikan kekayaan budaya negri kita yang mulai hilang. Semoga apa yang saya sampaikan pada bapak ini dapat diterima dan dipertimbangkan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Karena maju-mundurnya kebudayaan kita atas kebijakan pemerintahnya.
Saya haturkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak kata yang menggores nurani bapak dalam surat ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Salam dari Putra Bangsa,
Yang selalu bercita luhur untuk negri



Syauqiya Aina Salsabila

#Letter Writting Competition Republika 2015



 Tasikmalaya, 16 juni 2015
Kepada Yth
Bapak Budi Budiman
Di tempat


Bapak walikotaku yang saya cintai,
Semoga bapak selalu dalam keadaan sehat walafiat dalam lindungan Allah SWT. Dan saya berharap semoga bapak bisa mendengarkan sedikit curahan hati dari salah satu warga bapak di Tasikmalaya ini mengenai kehidupan masyarakat tasikmalaya sekarang ini.
Bapak walikotaku dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada bapak saya ingin sedikit menceritakan sedikit tentang kota tempat tinggal kita ini “Tasikmalaya” kota kecil seribu cerita ini, yang sering kita sebut sebagai kota santri. Entah disebut kota santri karena banyak santri yang berakhlak baik atau memang hanya embel-embel saya sebagai tanda bahwa kota tasikmalaya ini adalah kota kecil yang memiliki banyak pesantren.
Saya sering mendengar bahwa remaja kota kita kali ini banyak yang bergaul terlalu bebas hingga akhirnya membuat remaja kita terjerumus dan melakukan hal-hal yang tak patut dilakukan oleh seorang remaja. Mereka terlalu terlena dengan kehidupan bebas mereka sehingga akhirnya lupa akan kebudayaan kota kita yaitu kebudayaan santri yang berakhlaq baik. Apakah bapak tidak melihat perubahan remaja kita zaman ini.
Masih ingatkah bapak remaja dulu mereka berlari di sore hari hari bersama teman-teman sekampungnya untuk mengejar sebuah laying-layang yang putus. Atau anak anak bermain di lapangan kampung dengan permainan-permainan khas daerah kita lompat tali, bermain galah dan juga masih banyak lagi dan sekarang permainan itu telah diganti dengan kejar-kejaran dijalan bersama geng motor, nongkrong di jalan hanya untuk menghabiskan waktu. Apakah itu kebudayaan kita pak ? remaja-remaja yang haus akan kehidupan modern padahal hanya membawa mereka pada kehidupan zaman jahiliyah, zaman purbakala yang orang-orangnya tidak bias berfikir. Apakah bapak sebagai walikota mepunyai perasaan ingin merubah semua ini ?
Tahukah bapak dulu anak-anak dan remaja pergi ke masjid untuk ikut mengaji bersama ustadz mereka hingga mereka melaksanakan shalat isya dan setelah itu baru pulang, pergi bersama sambil menjemput temannya “siti ngaos yuu” dan apa yang terjadi saat ini? Kata-kata itu hilang entah ditelan malam atau ditelan hal yang menakutkan? Entahlah saya pun tak tahu kemana perginya kata-kata itu yang saya tahu kata-kata itu berganti menjadi “nongkrong yu brow”. Lucu sekali ternyata kota kecil ini, apa kah bapa tahu dengan kata-kata “cabe-cabean” ya cabe-cabean mereka itu anak smp yang mengikuti zaman modern dengan berdandan seperti tante-tante girang yang kerjaannya hanya nongkrong sambil bawa motor berempetan bersama teman sebayanya. Apakah itu remaja yang bapak harapkan?  Tentu saja bapak tahu jawaban yang bapak inginkan. Yang jadi harapan saya adalah apakah bapak bias mengubah nama cabe-cabean itu dengan “mutiara laut yang sulit di tempuh oleh orang-orang”.
Permintaan saya hanya sederhana pak tolong kembalikan budaya tasikmalaya kita yang dulu, percuma sekarang kita membangun tasikmalaya dalam berbagai fasilitas, tapi apa yang terjadi? Pembangunan moral anak remaja justru yang tidak terfasilitasi, yang jusrtu malah rusak bagaikan tanaman yang tersiram karena terserang kemarau panjang. Apakah bapak berniat untuk memberi aliran air agar moral yang akan mati itu bisa hidup kembali seperti semula bahkan bisa berbunga indah dan wangi menyebar keseluruh penjuru. Jadikanlah tasikmalaya kota santri seperti dahulu kota para kiai besar kota para orang-orang baik bukan malah jadi kota cabe-cabean dan kota terong-terongan.
Sekian surat dari saya, harapan saya semoga bapak bias mengembalikan kota kecil seribu cerita ini seperti dulu kembali. Saya yakin dimulai dari kota kecil yang baik maka akan menyatukan kota-kota kecil baik menjadi satu, dan menjadi satu Negara Indonesia yang maju. Semoga berhasil bapak walikotaku tercinta yang saya percayai.

Salam kemenangan untuk bapak,



Elif Alifah