Ini
kisah tentang sebuah harap, dan bagaimana harap itu menjadikannya lebih hidup.
Lihatlah! Senja itu mulai pudar karena malam yang menggantikannya. Dimensi
masa berotasi begitu cepat. Tapi, hal itu tidak untuk
seorang gadis yang tengah terbaring di atas ranjang, di sudut ruangan yang
dipenuhi dengan bau obat-obatan. Selang-selang itu terhubung pada tubuhnya yang
mulai mengurus. Mata itu masih tetap terpejam seperti lima hari
yang lalu. Sedang di samping kanannya sosok wanita berparas ayu dengan jilbab
abunya masih setia menunggu. Ia tak
henti-hentinya berdoa’, berharap anak yang teramat dicintainya itu segera sadar
dari komanya. Rasanya telah lama tubuhnya tak mendekap sosok yang tengah
terbaring itu sejak 6 tahun yang lalu.
Wanita
itu mendengus pelan, cukup lama. Bahkan, terlalu lama ia jauh dari putrinya.
Putrinya terlalu jauh berubah dari masa ketika ia masih duduk dibangku kelas 1
SD. Ia kehilangan sosok cerianya semenjak perceraiannya dengan sang suami. Ia
berubah menjadi anak yang sulit diatur dan pemarah. Dan perubahan-perubahan itu
membuatnya lupa akan aturan-aturan yang seharusnya ia jalankan dan ia patuhi.
Yang pada akhirnya kecelakaan itu terjadi.
Raut
wajahnya kembali mendung, padahal langit di luar sana masih tampak
cerah dengan cahaya rembulan dan taburan bintang yang menghiasi. Ah bagaimana
tidak? Ia ingat jelas bagaimana anak semata wayangnya memarahi dirinya karena ia
tak menuruti keinginan anaknya itu. Dan dengan seberkas amarah yang terpendam, gadis
itu berlari tak tentu arah. Hingga
sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju, membuat tubuhnya terpelanting tak
berdaya di atas aspal dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya.
“Ya
Rabb, aku terlalu lemah untuk menjaga titipan-Mu” gumamnya dalam hati. Dalam
sunyi ia menangis tersedu. Berharap Sang Maha Agung memberikan sedikit keajaiban untuk
putrinya. Nuraninya teramat teriris. Jiwanya
nyaris mati dalam luka itu. Hanya
semilir angin dan Sang Maha Kuasa yang tahu kegundahan nuraninya saat itu. Dan menjadi saksi bisu atas cinta kasih
seorang ibu pada anaknya.
YYY
Masih
di tempat yang sama, tapi TUNGGU! Mengapa ruangan ini tak berpenghuni? Bahkan
bau obat-obatan itu tak tercium lagi. Hanya putih! Di tengah ruangan itu
sesosok gadis dengan satu kunciran dan darah yang masih berlumur di pakaiannya,
mencoba mengenali tempat itu. Asing! Air mukanya tampak
bingung tak ada duanya. Ya tentu, kau memang tak sedang di duniamu sekarang.
Kau berlari mencari, terus berlari, dan berlari, mencari sebuah pintu yang akan
mengantarkanmu kembali. Namun, apa yang kau lakukan tak sama halnya dengan
melakukan sesuatu yang sia-sia. Kau hanya membuang tenagamu saja. Peluh
itu bercucuran, membasahi wajahmu yang berubah menjadi penuh kekalutan.
“Ibu,
aku ingin pulang!” pekikmu. Sayang, teriakanmu hanya hembusan debu yang berlalu. Teriakanmu itu
hanya mengundangkan kilatan cahaya yang kemudian mencambuk tubuhmu sangat
keras. Pedih, sakit! Tubuhmu terpelanting jauh karenanya. Kau
mengeram kesakitan. Sebenarnya ada apa ini? Paradoks ini
terlalu rumit untuk kau susun menjadi susunan puzzle yang utuh. Tangismu pecah.
Hingga
suara yang teramat menggelegar itu berbisik pada telingamu, dan hampir
membuat gendang telingamu hancur berkeping-keping.
“Kau
memang tak tau diri!Setega itukah kau memperlakukan orang-orang yang sayang
padamu?”
Kau
terdiam sejenak, nostalgia itu mulai berputar layaknya film dokumenter
yang tengah menyala tepat didepan retina matamu. Kau tau, kau terlalu jahat pada mereka, terutama ibumu.
“Tunggu! Kau tak bisa menghakimiku seperti itu, sejahat
apapun aku pada mereka, aku masih punya cinta yang jauh lebih besar dari rasa
kebenciaan itu” kilahmu, membela diri.
“APA
CINTA?” tanya suara itu. Kini nada itu terkesan membentakmu. Seolah tak
yakin atas apa yang tengah kau bicarakan.
“Ya, aku
masih punya cinta yang Allah titipkan sebagai anugerah
dalam diriku. Dan aku yakin itu dapat menembus segala kesalahanku pada
mereka, ku mohon beri aku waktu! Setidaknya aku bisa menukar kebenciaan itu
dengan kebahagiaan.Setelah itu, terserah kau!” pintamu.kali
ini, kau meminta dengan berjuta harap yang ada, yang tinggal dan tak
tersisa. Berharap kau akan diberi kesempatan itu, meski kau tau harap itu
terlalu kecil untuk terwujud.
Namun,
suara itu tak kembali terdengar. Hanya
hembusan angin yang kemudiaan melelapkanmu begitu saja. Ajaib!
Ruangan putih itu bereformasi menjadi ruangan yang sama dengan gadis yang
terbaring diranjang tadi. Tangan gadis itu mulai bergerak perlahan, detak
jantunya mulai terdengar berharmoni, kedua matanya juga mulai membuka perlahan.
Dan gadis itu adalah kau! Rupanya Sang Maha Kasih mengizinkanmu untuk kembali
melihat dunia dan harap itu membuatmu menjadi lebih hidup dari masa-masa
sebelumnya. Wanita berparas ayu yang kau sebut ibu itu segera memelukmu erat,
sangat erat.
“Ibu, aku
ingin pulang!” katamu dengan suara lirih, tanpa komando apapun, sang ibu segera
mengiyakan pintamu. Wajahnya yang semula mendung kini berganti seketika. Nurani
kecilnya tak henti-hentinya bersyukur pada Dzat yang Maha Kuasa. Meski butiran
bening itu harus terjatuh juga, ia teramat sangat bahagia. Cahaya Rembulan dibalik gordeng jendela
ruangan itu ikut tersenyum menyaksikan kebahagiaan dari seorang wanita tangguh
yang tak pernah bosan, setia menunggu anaknya hingga tersadar.
YYY
Cahaya
Sang rembulan kini mulai meredup, kirananya terkalahkan oleh lentera mentari
yang bersinar terang. Kau siap mengawali hari barumu, bukan? Ya aku
tau itu. Kau telah menyiapkan daftar orang-orang yang akan kau beri hadiah
terbaik. Dan disetiap hadiah itu terselip rangkaian maaf atas semua perbuatanmu
yang pernah menorehkan luka dihati mereka. Tak
hanya itu, kau sumbangkan seluruh tabunganmu untuk mereka yang membutuhkan. Aku menemukan
sosokmu yang lain hari ini. Senyuman yang selalu sulit terlukis di wajahmu, kini
selalu hadir menghiasi. Meski tersenyum itu cukup sulit untuk kau lakukan
sebelumnya, tapi ternyata ia tak pernah lepas dari wajahmu kini.
Dengan
sekejap, kau mampu mengukir pelangi yang elok setelah badai yang sangat
menakutkan hadir. Mereka Nampak heran akan perubahanmu yang drastis itu. Dan
kau membuatku percaya akan kekuatan cinta yang bercampur dengan harap mampu
membuat segalanya terlihat begitu indah. Bahkan kebencian itu melebur seketika. Kau mampu
meyakinkan mereka bahwasannya hidup akan terasa lebih nyaman ketika maaf itu
dapat terlealisasikan. Kau
hebat!
Masa
kembali berengkernasi.Sepanjang hari ini kau habiskan sisa-sisa masamu bersama
wanita yang selalu setia merawatmu. Dan kini ia bisa bersamamu di hari
bahagianya, kau memwujudkan mimpinya yaitu menatap cahaya
senja bersamamu. Senja itu masih setia dengan cahayanya yang anggun. Kau
masih dalam dekapan wanita itu menikmati cahaya senja itu.
“Ibu maaf,
senja selalu merepotkan dan mengiris hati ibu” ucapmu
seketika, memecahkan kebisuan
diantara mereka. Wanita itu tersenyum sembari membelai halus
rambutmu yang terurai.
“Kau tak
pernah merepotkan ibu, dan nurani ini teriris bukan mutlak kesalahanmu, ini
kesalahan ibu juga”
“Ibu,
senja sayang sama ibu, sungguh!” ujarmu
lagi, namun kini suara itu terdengar begitu lirih. Bersama
senja yang mulai tenggelam, matamu mulai tetutup, denyut itu tak terdengar
lagi, nafas itu tak berhembus
lagi, tapi cinta kau tanam masih tetap tumbuh.
Kendati ragamu telah tiada dalam pangkuannya, cintamu masih tetap akan hidup
disini. Tugasmu selesai, senja.
Kau mengajarkanku banyak hal. Aku tau, tak ada kata
terlambat untuk memperbaiki keadaan. Dan kisah itu berakhir sampai disini. Kalian
tak perlu tau siapa aku, aku hanya ditugaskan untuk mengabadikan coretan kisah
gadis dengan kekuatan cinta dan harap yang menjadikannya hidup untuk sebuah
keadamaian. Yang membuat semua coretan hitam yang pernah ia torehkan di setiap
lembaran putih itu terhapus begitu saja. Kisah dengan akhir yang indah atas
nama cinta dan harap.